Senin, 18 April 2011

SUKSES BISNIS BUKAN TENTANG APA YANG ANDA LAKUKAN

SUKSES BISNIS BUKAN TENTANG APA YANG ANDA LAKUKAN
Written by Administrator Sunday, 21 March 2010 11:22




Oleh Ir. H. Heppy Trenggono, MKomp (President Director United Balimuda)


Ketika suatu saat Anda ingin menjamu orang yang sangat penting bagi Anda, apakah itu rekan bisnis atau teman lama atau customer Anda, restoran mana kira - kira yang akan anda pilih? Hampir dapat dipastikan anda akan memilih restoran yang terbaik bukan? Restoran yang berkelas, yang menyediakan makanan enak dengan suasana yang menyenangkan.
Dan yang hampir pasti anda tidak akan memilih Mc Donald untuk kepentingan Anda tersebut, karena Anda menganggap bahwa restoran yang terbaik itu jauh lebih baik makanannya ketimbang mc Donald. Di mc donald hanya ada ayam goreng biasa saja, seperti ayam goreng di restoran siap saji yang lain, tidak ada istimewanya, burgernya yang segede mangkok, kurang cocok untuk orang penting yang akan kita jamu.

Kalau kita perhatikan mengapa banyak restoran yang kita anggap istimewa di masa lalu sekarang banyak yang tidak kita lihat lagi keberadaanya? Mengapa diantaranya banyak yang gulung tikar sedangkan mc Donald yang sejak dulu kita kenal, yang makanannya biasa-biasa saja itu masih terus mencetak uang bermilyar-milyar jumlahnya sampai hari ini. Saya punya teman salah satu pemasok ayam di salah satu gerai mc Donald yang buka 24 jam, dia mengatakan penjualan gerai itu saja memerlukan ribuan ekor ayam setiap harinya!

Banyak orang menganggap bahwa sukses bisnis sangat tergantung dari produk apa yang kita jual ke pasar, mereka menganggap bahwa semakin unik ide kita maka semakin besar peluang untuk sukses. Sehingga apa yang banyak dilakukan orang adalah mencari ide bagus, ide cemerlang, sesuatu yang belum ada di pasar, produk yang benar - benar unik.

Banyak orang yang terjebak dalam ide yang mereka kembangkan sendiri. Seseorang dengan idenya ibarat seorang ibu dengan bayinya, mereka sangat mencintainya dan selalu menganggap ide mereka adalah ide terbaik. Mereka menganggap bahwa ide tersebut yang akan mengantarkannya kepada sukses dalam berbisnis.

Kenyataannya tidak semua ide bagus mengantarkan kita pada sukses bisnis, bahkan dalam banyak kasus ide bagus membuat kita berdarah-darah, meluncurkan produk yang sama sekali belum dikenal pasar membutuhkan ekstra tenaga yang luar biasa. Pasar yang belum siap akan menjadi persoalan besar untuk kelangsungan bisnis kita.

Apapun bisnis yang dijalankan, ada yang berhasil berkembang dengan baik dan ada yang mati di tengah jalan, ada yang menghasilkan uang buat kita dan ada yang justru menghabiskan uang kita.

Kita lihat berapa banyak restauran padang yang ada di sekitar kita, berapa banyak warung tegal yang ada di sekitar kita, berapa banyak perusahaan yang menjual kacang tanah, menjual kripik, menjual air minum? mereka bukan pemain tunggal, dan yang pasti mereka tidak mengandalkan ide bagus sebagai produknya.

Namun mengapa banyak diantara mereka yang berguguran? Atau mungkin diantara mereka ada yang berguguran karena produknya yang jelek? Mengapa diantara mereka banyak yang berhasil? Kunci sukses dalam bisnis tidak tergantung dari "apa yang anda lakukan", tetapi sangat tergantung dari "bagaimana anda melakukannya".

Kalau anda akan memulai bisnis, ambilah salah satu produk yang anda kenal dengan baik, produk yang benar-benar diinginkan oleh pasar, produk yang jelas-jelas akan dibeli oleh customer, yang sudah ada pasarnya, yang pasarnya sedang berkembang, bangunlah keunggulan dengan cara "bagaimana anda melakukannya"

Pelajarilah bagaimana pemain bisnis sukses dalam menjalankan bisnisnya, bagaimana cara mereka memperlakukan pelanggannya, bagaimana cara mereka melakukan pemasaran, bagaimana mereka berhubungan dengan suppliernya, bagaimana cara mereka merekrut dan memilih team mereka, bagaimana mereka membangun corporate culture, itulah yang menentukan sukses atau tidaknya sebuah bisnis. *)

MENGUNGKAP KEINGINAN KONSUMEN

MENGUNGKAP KEINGINAN KONSUMEN
Written by Administrator Sunday, 21 March 2010 11:25




Oleh Ir. H. Heppy Trenggono, M.Kom. [President Director United Balimuda]


Ibu Susi, seorang pengusaha di Tanjung Priok, Jakarta, yang menekuni produksi sabun cair berbagai jenis menanyakan kepada saya tentang strategi yang harus dilakukan agar produk - produkya laku di pasar. Pasalnya, usaha yang digelutinya selama ini tidak mengalami kemajuan yang berarti setelah beberapa tahun ditekuni.

Saat ini beliau sedang menyiapkan produk baru dalam kemasan yang berbeda yaitu sabun cair kemasan 1 liter. Pertanyaan beliau kepada saya "apakah langkah saya sudah tepat? Menurut pak Heppy apakah produk ini akan mampu meningkatkan omzet perusahaan saya secara signifikan?"

Inovasi, seperti yang dilakukan oleh Ibu Susi adalah sebuah keniscayaan dalam bisnis, malahan kalau kita hendak menyederhanakan pemikiran, berbicara mengenai fungsi bisnis sebenarnya hanya ada dua saja yaitu Inovasi dan Marketing.

Inovasi harus selalu dilakukan karena pasar selalu bergerak, kompetisi selalu bergerak, dan keinginan konsumen juga selalu bergerak. Kalau Indofood, Wingsfood, Unilever, dan pemain-pemain yang sudah besar juga melakukan inovasi dan meluncurkan produk-produk baru setiap hari mengapa kita tidak?

Sekarang pertanyaannya adalah apakah produk baru kita akan diterima pasar dan mampu mendongkrak penjualan kita atau tidak? Inovasi yang akan menghasilkan produk yang disukai konsumen adalah inovasi yang terjadi di pasar, bukan yang terjadi di laboratorium. Saya sering mengatakan bahwa salah satu kegagalan bisnis adalah karena obsesi kita kepada produk yang akan kita jual, karena kita terlalu menyukai ide kita, kita menganggap bahwa ide kita adalah ide yang brilian.

Artinya, banyak kegagalan bisnis yang disebabkan karena produknya sangat disukai oleh kita sendiri tetapi tidak disukai oleh konsumen! Inovasi yang efektif adalah inovasi yang merupakan hasil perbincangan kita dengan konsumen, hasil "conversation" dengan mereka, hasil dari proses untuk mengetahui apa "keinginan tersembunyi" mereka.

Banyak pendekatan yang biasa dilakukan oleh perusahaan dalam melahirkan produk dan jasa, untuk mengetahui customer behaviour dan mendapatkan consumer insight dengan berbagai pendekatan, mulai dari memakai jasa survey yang sangat mahal, melakukan focus group discussion sampai dengan metode kuesioner yang banyak kita jumpai.

Begitu pentingnya pekerjaan mengetahui "keinginan konsumen" ini bahkan beberapa perusahaan memiliki organisasi tersendiri dan anggaran yang sangat besar untuk urusan ini. Unilever membangun organisasi yang melibatkan 400 Insight Manager dengan investasi tak kurang dari 300 juta Euro.

Lantas, apakah kita juga harus melakukan dengan anggaran yang begitu besar untuk berhasil? Jawabannya tentu tidak! Bahkan semua metode yang kita sebutkan di atas tidak menjamin bahwa kita mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan oleh konsumen.

Pendekatan formal seperti yang saya sebutkan di atas bahkan cenderung melewatkan hal-hal yang sebenarnya terjadi di lapangan, apalagi jika semua pendekatan formal tersebut dihubungkan dengan iming-iming insentif yang akan diberikan kepada responden.

Apa yang harus Ibu Susi lakukan adalah "berbicara dengan konsumen", Ibu Susi harus selalu memasang mata Ibu, memasang telinga Ibu, dan menghidupkan hati ibu untuk selalu memantau apapun yang berhubungan dengan keinginan konsumen, motivasi konsumen, ataupun ketidak puasan konsumen.

Melakukan "pembicaraan dengan konsumen" yang saya maksud adalah melakukan pembicaraan dengan sebenarnya, dengan cara yang natural, berbicara ketika mereka berbelanja, ketika mereka mencuci, ketika mereka arisan, ketika mereka mengembalikan produk, ketika mereka mengantarkan anak di sekolah. Apapun, intinya ketika mereka dalam situasi natural sehari-hari, mengamati mereka dalam habitat aslinya.

Perusahaan-perusahaan besar di dunia melakukan hal tersebut, bahkan ada di antara mereka yang menugaskan Direksinya untuk tinggal selama beberapa minggu di rumah konsumen untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di lapangan dan mengetahui keinginan tersembunyi mereka.

Dalam melahirkan dan melakukan inovasi produk pada salah satu perusahaan saya Balimuda Food yang memproduksi berbagai makanan seperti mashed potato merk POTAYO, kripik kentang asli merk DIENG, dan berbagai produk lainnya yang dikembangkan. Data dari lembaga survey saya gunakan pada saat saya memilih produk pertama kali, pada saat product invention, terutama untuk mengetahui market size dan growth-nya, namun selebihnya saya lebih mengandalkan "conversation with customer". Buat saya, hal ini lebih murah, lebih akurat, lebih insightful, dan lebih menggairahkan karena saya dapat melihat ekspresi mereka ketika mereka berbicara.

Semakin banyak kita "berbicara dengan konsumen" semakin kita bisa merasakan kepedihan mereka, semakin jelas kita mengetahui apa yang diinginkan oleh mereka. Bagaikan melihat lukisan mozaik, semakin banyak partikel yang membentuk lukisan tersebut maka semakin jelas bentuk lukisan yang dihasilkan.

Mengetahui apa yang diinginkan konsumen bukan pekerjaan mudah, namun juga tidak selalu mengharuskan penggunaan metodologi yang rumit. "Berbicaralah dengan mereka", ketahui keinginan mereka. Mengetahui apa yang diinginkan konsumen, menyiapkan produknya, dan memberikan produk tersebut kepada mereka, itulah kunci sukses bisnis anda!

MEMULAI

MEMULAI
Written by Administrator Sunday, 21 March 2010 10:02




Oleh Ir. H. Heppy Trenggono, M.Kom. [President Director United Balimuda]


“Kau sendirilah penghambat terbesarmu. Bangkitlah lebih tinggi darimu.” (Al-Hafidz, Sufi Persia)

Saat saya mengisi workshop di Universitas Diponegoro, Semarang, ada sebuah pernyataan yang mengejutkan. “Setelah memulai usaha, saya justru punya utang pak Heppy. Tapi saya sudah tak minta uang lagi pada orang tua,” kata Nur Sodik yang masih mahasiswa. Mendengar itu saya bilang: ”Itulah hidup. Tapi ada hal yang patut anda syukuri kan. Yaitu memulai untuk usaha. Sebab semua orang yang sukses pasti mengalami proses yang sama.”

Memulai. Itu sebuah kunci penting dalam entrepreneurship. Tanpa memulai tidak akan pernah ada hasil. Lalu pertanyaannya, kapan sebaiknya mulai masuk ke dunia entrepreneurship? Jawabnya jelas, ketika masih muda. Lihat orang-orang sukses seperti Bill Gates dan Warren Buffet. Mereka semua mulai usaha ketika masih muda, bahkan ada yang masih di masa remaja.

Entrepreneurship itu sebuah perjalanan. Tidak bisa dibangun hanya dalam waktu sehari. Orang perlu jatuh bangun. Itulah kunci sukses. Dari sini akan tumbuh jiwa entrepreneurship yang kuat. Sodik dan siapapun yang ingin terjun di dunia entrepreneurship pasti punya impian. Mulailah dari kecil dan ikuti saja iramanya, niscaya kapabilitas akan datang dengan sendiri.

Memulai itu bagian dari self intrepreneurship. Memahami entrepreneurship bukan semata-mata memahami soal wirausaha. Entrepreneurship adalah sebuah konsep yang memiliki prinsip sentral. Artinya kita yang menentukan nasib sendiri, karena di dalamnya ada self leadership, ada self starter. Pola hidup maupun cara hidup, kita tentukan sendiri. Kita tentukan kehidupan, bukan kehidupan yang menetukan kita.

Berdagang itu sebuah artikulasi. Ketika masuk membangun entrepreneurship mahasiswa, yang kita ciptakan bukan pengusaha. Tetapi bagaimana mendorong mahasiswa agar memiliki pemikiran seperti pengusaha. Entrepreneurship bukan sekadar membangun usaha atau bisnis. Entrepreneurship adalah pola atau konsep hidup. Bukan hanya untuk menghasilkan para usawahawan, namun yang amat penting bagaimana jiwa intrepreneurship yang ada di dalam diri bisa dimunculkan.

Itulah yang saya lakukan di beberapa perguruan tinggi selama ini. Kalau ada yang muncul jadi pemimpin, maka dia harus jadi pemimpin yang paham percaturan ekonomi.

Bagi mahasiswa memahami entrepreneurship adalah membuka sebuah wacana atau midset. Lulus kuliah bukan semata mencari kerja, melainkan bagaimana bisa menciptakan lapangan kerja. Di Malaysia mudah mencari pekerjaan, sehingga berduyun-duyun didatangi orang Indonesia, India, Nepal dan Bangladesh. Tetapi satu hal yang kita lupakan. Di Indonesia memang susah cari kerja namun mudah membuat lapangan pekerjaan.

Tetapi coba perhatikan. Mengapa banyak program pemberdayaan pemerintah kok selalu gagal. Karena mindsetnya tidak diubah. Kita sibuk mengajarkan menjual bakso sekaligus menyediakan modalnya. Namun tiga bulan berikut bangkrut. Mengapa? Kita lupa. Kita bikin semua orang seragam untuk jualan bakso. Tetapi mindset dengan intrepreneurshipnya yang harus tumbuh dengan kesadaran dari dalam justru kita abaikan.

Mengapa saya memilih mahasiswa? Bagi saya mahasiswa adalah bagian penting sejarah negeri ini. Mahasiswa tak boleh berdiri di menara gading karena merupakan bagian dari gerak langkah bangsa ini ke depan. Mahasiswa bukan koboi seperti yang dikatakan Soe Hok Gie, yang baru turun jika ada kejahatan. Mahasiswa adalah ikon perubahan. Tidak hanya di bidang politik, tetapi juga ekonomi kerakyatan.

Indonesia memerlukan mahasiswa atau generasi muda yang mampu menjawab tantangan zaman. Bukan mahasiswa yang hanya bisa meminta, tetapi mahasiwa yang mampu bergerak dengan jiwa dan kemandirian. Dengan gerak mahasiswa, terbukti Indonesia bisa berubah. Tetapi juga akhirnya tak cukup dengan yel-yel menggelegar dalam setiap demontrasi.

Harus ada perubahan mendasar. Yakni mendorong jadi pribadi yang hebat. Dan yang terpenting untuk itu adalah pengambilan keputusan untuk ‘memulai’. Sisanya adalah keteguhan.

MEMBUAT PRODUK YANG BAKAL MELEDAK!

MEMBUAT PRODUK YANG BAKAL MELEDAK!
Written by Administrator Sunday, 21 March 2010 11:22




Oleh Ir. H. Heppy Trenggono, M.Kom. [President Director United Balimuda]


SUATU pagi di bulan Juni lalu, Sodik yang datang bersama beberapa pengusaha Semarang menemui saya ketika saya baru mendarat di airport Ahmad Yani untuk sebuah acara yang mereka adakan. Dia bertanya kepada saya sambil membawa sebuah produk,

"Pak Heppy ini produk yang baru saya kembangkan, sirup jahe pak, kira-kira bisa meledak nggak pak, produk ini baru lho pak masih belum beredar di pasaran" begitu kira-kira yang dia sampaikan kepada saya.

Saya sempat mencicipi sirup jahe yang dibuat Sodik itu. Menurut saya rasanya enak sekali karena kebetulan saya juga sangat menyukai wedang jahe dari dulu. Produk ini juga praktis dan mudah disajikan setiap saat. Dan yang penting lagi produk ini dibuat dengan biaya produksi yang sangat kompetitif per botolnya, sehingga dengan harga jual yang tidak terlampau tinggi bisa mendapatkan margin yang cukup bagus.

Apakah produk ini akan meledak dan menghasilnya uang buat kita? Apakah produk ini akan disukai masyarakat? Jawabnya adalah mungkin ya dan mungkin tidak!
Kesalahan yang sering kali kita lakukan dalam meluncurkan produk atau jasa adalah kita menganggap bahwa kita tahu apa yang diinginkan oleh target market kita. Bagaimana kita tahu sedangkan customer sendiri tidak tahu apa yang mereka inginkan. Kalau kita tahu apa yang customer inginkan tentu bisnis menjadi sangat mudah bagi kita, dan kalau customer tahu apa yang mereka inginkan maka bisnis juga menjadi mudah buat kita.

Sebelum memulai meluncurkan sebuah produk langkah yang paling aman untuk kita lakukan adalah dengan mencari tahu dulu apa yang customer inginkan. Find out what they want! Bicaralah dengan target market, dengan calon customer yang akan kita bidik sebagai sasaran pemasaran produk anda.

Apa yang membuat mereka sakit, apa yang mengkhawatirkan mereka, apa yang membuat mereka frustasi, apa yang membuat mereka merasa senang, merasa aman, merasa terpenuhi, sehingga anda benar-benar tahu produk seperti apa apa yang harus anda buat dan lebih penting lagi anda tahu apa yang harus anda komunikasikan kepada target market anda tersebut.

Sebagian besar orang memulai dengan pengembangan produk dan kemudian menjualnya, dan baru mengetahui apakah customer menginginkannya atau tidak setelah barangnya laku atau tidak. Banyak kegagalan bisnis terjadi karena pendekatan yang digunakan terbalik. Mereka meluncurkan produk yang tidak diinginkan oleh target market. Mereka mengandalkan inovasi dan kreatifitas yang didasarkan pada obsesi diri sendiri bukan obsesi customer. Namun banyak sukses bisnis dilahirkan dengan produk-produk yang sederhana bahkan beberapa terkesan tidak bermutu, namun kenyataannya produk tersebut diserbu oleh customer.

"Tara Nasiku" adalah contoh sebuah produk yang dilahirkan oleh pemain besar di industri consumer goods di negeri ini dan telah menyedot bermilyar-milyar biaya pemasaran untuk meng-edukasi masyarakat. Namun hari ini kita lihat "Tara Nasiku" tidak dibeli oleh target market, kenapa? Karena target market tidak menginginkannya!

Selalu ada cara untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh customer, tidak mudah memang, tapi membangun produk dengan asumsi kita mengetahui apa yang customer inginkan adalah sebuah risiko tinggi!

"Jadi bagaimana dengan sirup jahe saya pak? Apakah akan meledak?"

KNOCK THE RIGHT DOOR

KNOCK THE RIGHT DOOR
Written by Administrator Sunday, 21 March 2010 11:27




Oleh Ir. H. Heppy Trenggono, M.Kom. [President Director United Balimuda]


Usai memenangkan sebuah pertempuran, seorang jenderal di sebuah kerajaan China kuno membawa pasukannya pulang ke kota raja. Agar cepat sampai tujuan dia memerintahkan pasukannya mengambil jalan pintas hingga tiba di pinggir sebuah sungai yang cukup lebar. Sang Jendral kemudian bertanya kepada seorang anak kecil yang sedang bermain di tempat itu.

"Nak, bisa tidak kuda-kuda saya melewati sungai ini?" tanyanya.

"Bisa," jawab anak kecil itu dengan sangat yakin.

Jendral itupun memerintahkan pasukan untuk menyeberangi sungai itu. Makin ke tengah air makin dalam hingga Jendral dan pasukan berkudanya hanyut terbawa arus. Dengan susah payah Jenderal ini menyelamatkan diri dengan berenang ke pinggir. Di pinggir sungai dia bertemu lagi dengan anak kecil tadi.

"Hei anak kecil,..! tadi kamu bilang kami bisa menyeberang sungai ini," katanya dengan penuh amarah. "Mengapa kamu bohong?"

"Saya tak tidak bohong," jawab anak kecil itu tenang. "Saya melihat kudamu besar-besar dan saya yakin kudamu bisa menyeberang. Bebek saja yang tubuhnya jauh lebih kecil bisa dengan mudah menyeberang sungai ini," jawab anak ini tanpa rasa bersalah.

Cerita Cina kuno ini juga sering terjadi pada seorang entrepereneur ketika sedang menghadapi masalah. Dia bertanya kepada seseorang yang dia anggap bisa menjawab masalahnya. Tetapi baru tahu bahwa jawabannya itu salah setelah masalah semakin dalam karena mengikuti saran itu.

Minggu lalu seorang pengusaha ekspedisi di Jakarta datang ke saya menceritakan tentang kerugian yang dialaminya. "Pak Heppy, saya baru kehilangan uang 4,2 miliar," begitu katanya. "Kok bisa?" tanyaku singkat.

"Uang itu saya beli property setelah mendengar saran dari seorang trainer bisnis," jawabnya.

Pengusaha ini kemudian panjang lebar menceritakan sejarah usahanya dan kronologis pertemuannya dengan trainer itu. Dari kisah pengusaha ini diketahui bahwa Sang trainer yang memberi saran itu dulunya adalah seorang professional yang dikenal sebagai ahli marketing yang sangat handal. Kemudian mengundurkan diri sebagai professional dan mendirikan sebuah lembaga training bisnis.

Trainer ini telah menolong puluhan perusahaan dengan meningkatkan angka penjualannya. Track Record ini yang membuat pengusaha tadi yakin mengikuti saran trainer itu. Padahal masalah yang dihadapinya bukan masalah penjualan tetapi keputusan untuk berinvestasi.

Atas saran Si Trainer pengusaha itu kemudian membeli property senailai 4,2 miliar dalam bentuk beberapa unit rumah. Akibatnya dia mengalami kesulitan cash flow sehingga mengganggu operasional usahanya.

Salahkah Si Trainer itu? Tidak. Dia tidak bermaksud menjerumuskan pengusaha itu. Bahkan sebaliknya ingin membantu pengusaha untuk keluar dari masalahnya.

Sama seperti anak kecil yang hampir menenggelamkan jendral dan pasukannya tadi. Anak itu tidak bermaksud menenggelamkan jendral dan pasukannya. Dia hanya menyarankan berdasarkan keyakinannya saja setelah membandingkan antara kuda dan bebek. Tetapi dia sendiri tidak pernah mengalami langsung bagaimana caranya menyeberangi sungai itu. Apalagi sampai mengetahui kedalaman air dan kekuatan arusnya.

Agar tidak mengalami hal yang sama seperti jendral itu maka kita harus bertanya kepada orang yang tepat sesuai dengan masalah yang kita hadapi. Ketika saya mengalami kejatuhan usaha dan terlilit utang yang cukup besar saya memutuskan mencari seorang mentor bisnis.

Teman dekat saya, seorang ustadz menasehati saya dengan kalimat yang singkat yang selalu saya ingat, "Hep, mencari ilmu itu harus dengan ilmu". Dengan nasehat singkat itu membuat saya selalu berupaya untuk mencari orang yang tepat untuk bertanya tentang masalah bisnis saya. Seorang mentor saya di Austin Texas menganjurkan untuk mencari orang yang tepat ini dengan sebuah ungkapan pendek, "Knock The Right Door".

kENALI MASALAH USAHA ANDA

KENALILAH MASALAH PERUSAHAAN ANDA
Written by Administrator Sunday, 21 March 2010 11:27




Oleh Ir. H. Heppy Trenggono, M.Kom. [President Director United Balimuda]


Seorang dokter pemilik sebuah rumah sakit di Bekasi menyampaikan masalah keuangan yang dihadapi rumah sakit yang dikelolanya kepada saya. "Pak Heppy, saya memiliki masalah keuangan yang cukup rumit. Selama satu tahun ini keuangan saya chaos. Padahal pemasukan cukup baik . Tingkat hunian kamar rawat inap diatas 41 persen setiap bulan. Herannya, setiap bulan saya harus terus nombok 100 hingga 200 juta setiap bulan," katanya malam itu.

Rumah sakit Pak dokter itu baru berdiri selama setahun ini. Sebelumnya dia mengelola sebuah klinik dan cukup berhasil. Karena cita-citanya ingin menyediakan layanan kesehatan yang prima dan islami di lingkungannya Pak Dokter ini mendirikan rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lebih massif.

Dari laporan keuangan yang diberikannya kepada saya, sebenarnya masalah yang dihadapi Pak dokter ini adalah "masalah biasa" yang dihadapi oleh pengusaha yang sedang start up. Namun karena tidak bisa melihat masalah perusahaannya masalah yang biasa saja dianggap sebagai masalah yang rumit.

Ibaratnya, sebelumnya Pak Dokter ini hanya mengendarai sepeda dan sekarang dia sudah membawa mobil. Tentu saja sangat berbeda skill yang dibutuhkan untuk menyetir mobil dengan sebuah sepeda.

Ada tiga jenis masalah yang dihadapi sebuah perusahaan, yakni masalah Normal, Abnormal dan Life Threatening. Masalah Normal adalah masalah biasa yang hampir selalu ada dalam setiap perusahaan.

Seperti seorang bayi yang sering terbangun dan menangis di tengah malam atau menjelang pagi. Tidak perlu diberi obat tidur untuk mendiamkan sang bayi. Bahkan bila obat tidur terus diberikan setiap kali dia menangis justru akan mengancam kehidupan bayi itu.

Masalah Abnormal adalah masalah yang tak lazim ada dalam sebuah perusahaan. Masalah jenis ini bisa muncul dari berbagai sebab. Umumnya masalah ini sering bersumber dari owner perusahaan itu.

Sedangkan Masalah Life Threatening atau masalah yang mengancam hidup adalah masalah luar biasa yang dapat membunuh perusahaan. Cara mengambil utang yang salah atau penanganan masalah normal yang keliru dapat menjadi masalah Life Threatening. Seperti bayi yang bangun dan menangis tengah malam yang terus diberi obat tidur tadi. Masalahnya normal tapi karena penanganannya yang salah berubah menjadi masalah yang mengancam hidup.

Maka sebelum menentukan tindakan apa yang akan diambil terhadap masalah yang terjadi dalam perusahaan anda, kenalilah dulu masalah apa yang terjadi dalamnya. Salah satu cara cepat untuk mendiagnosa masalah itu adalah laporan keuangan perusahaan.

Sayangnya banyak pengusaha yang tidak mau melihat atau memeriksa laporan keuangan perusahaannya. Alasannya beragam, ada yang takut melihat laporan itu karena banyak yang "merah" . Ada juga karena tidak bisa membaca laporan keuangan. Kalaupun bisa tetapi tidak fluent sehingga tidak bisa dengan cepat mendiagnosa masalah. Padahal dari sebuah laporan keuangan yang singkat mengandung sebuah cerita yang panjang tentang apa yang sedang terjadi dalam sebuah perusahaan.

Agar fluent membaca laporan keuangan maka ilmu tentang uang mutlak harus dikuasai . Di IIBF keahlian itu disebut dengan Financial Literacy dan setiap anggota IIBF harus menguasainya. Untuk menguasai itu cukup dengan mengikuti kelas financial literacy yang diadakan IIBF terdekat. Agar setiap muncul masalah dalam perusahaan dapat segera dideteksi tanpa harus menunggu menjadi masalah yang lebih serius. Sebab banyak yang salah memberikan treatment akibat tidak bisa mengetahui masalah sebenarnya.

Jadi kenalilah masalah perusahaan anda.

lEARN

ILMU DAN KETERAMPILAN BISNIS
Written by Administrator Sunday, 21 March 2010 10:25




Oleh Ir. H. Heppy Trenggono, M.Kom. [Presiden Direktur United Balimuda]


Ada banyak alasan mengapa kita memulai bisnis. Namun ada tiga alasan utama yang membuat kita mau memulai bisnis. Tiga alasan itu adalah Financial Freedom, Passive Income, dan More Time.

Financial Freedom, kita memulai bisnis karena keinginan kita untuk terbebas dari masalah keuangan dan keterbatasan kemampuan keuangan. Kita ingin mampu memiliki segala sesuatu sesuai dengan keinginan, misalnya ingin membeli rumah bagus, kendaraan, atau baju bagus tanpa harus menunggu saat ada diskon. Atau ingin makan di restaurant favorit bersama keluarga dan bebas memilih makanan kesukaan tanpa harus melihat besaran angka yang ada di sebelah kanan menu yang kita inginkan.

Passive Income, dengan memilili bisnis kita membayangkan akan memiliki penghasilan tanpa harus selalu bekerja untuk mendapatkannya. Kita ingin bisnis yang kita miliki mengirimkan uang secara terus menerus. Ingin memiliki pendapatan yang terus mengalir selagi kita berlibur, selagi kita bepergian, bahkan kalau perlu selagi kita tidur.

More Time, hampir sebagian besar orang yang memulai bisnis membayangkan akan memiliki waktu yang lebih fleksibel. Tidak seperti ketika masih menjadi pekerja yang sangat terikat dengan aturan dan disiplin, harus masuk sesuai jam kerja lima hari dalam seminggu, bahkan kadang - kadang harus masuk di hari libur. Dengan memiliki bisnis sendiri kita berharap bisa berlibur kapan saja, mengantar dan menjemput anak ke sekolah, pulang kampung (buat saya sesuatu yang istimewa), atau mau melakukan apapun kapan saja tanpa harus izin sakit, izin ke ini, izin ke itu yang tidak menyenangkan sama sekali.

Setelah kita memulai berbisnis, hampir semua entrepreneurs yang saya jumpai dan termasuk saya tentunya pada awal - awal saya berbisnis, bukannya mendapatkan tiga hal di atas malah justru semakin jauh dari yang kita harapkan. Bukan Financial Freedom yang kita dapatkan malah semakin hari semakin banyak utang yang kita gali, bisnis seolah-olah tak pernah henti-hentinya membutuhkan tambahan modal.

Bulan lalu kita menyuntik dana, bulan ini tak terhindarkan lagi kita harus mencari utang kesana kemari untuk menutupi cash flow, kalau tidak kita tutupi maka karyawan tidak gajian, maka supplier tidak akan mengirimkan lagi barangnya kepada kita, dan begitulah terus tanpa ada hentinya sehingga hutang semakin dalam.

Passive Income? Kita sudah lupa lagi bahwa kita pernah membayangkan memiliki passive income dari bisnis, karena setiap hari kita selalu disibukkan dengan berbagai persoalan. Bulan lalu penjualan merosot sehingga bulan ini kita harus fokus untuk membenahi penjualan. Ketika penjualan mulai kita tangani dan membaik muncul masalah piutang yang membengkak sehingga cash flow kita terganggu. Besok, inventory kita yang terlalu tinggi dan macet di gudang, dan lagi- lagi cash flow selalu menjadi masalah.

Kita jadi frustasi karena tim kita sangat tergantung dengan kita, tidak bisa memutuskan sendiri, tidak ada inisiatif, harus selalu kita kejar-kejar, bahkan banyak perintah-perintah kita yang tidak berjalan atau tidak dijalankan. Bukannya passive income yang kita dapat tetapi very very very active income yang ada.

Setelah berbisnis, bukan More Time atau waktu berlebih yang kita dapatkan, kita bahkan sudah tidak bisa lagi pulang sore seperti ketika kita menjadi pegawai dulu. Sabtu dan minggu kadang kadang harus mengurusi bisnis, waktu untuk keluarga terganggu, libur menjadi barang mahal bagi kita. Ketika menjadi pegawai, kita senang kalau ada tanggal merah. Namun, setelah jadi entreprenuer justru sebaliknya, sebal kalau ada tanggal merah, karena yang lain libur kita tetap memikirkan pekerjaan sendirian.

Banyak entrepreneur yang kehilangan orientasi dalam berbisnis karena semakin peliknya situasi, semakin dalamnya permasalahan dan semakin kompleksnya proses bisnis yang dihadapi seiring dengan bertumbuhnya bisnis yang dimiliki. Umumnya entrepreneur memulai bisnis dengan bekal semangat dan mimpi besar, dan terus demikian semakin lama bisnisnya bertumbuh tanpa mengimbangi dirinya dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan dalam berbisnis secara memadai.

Kalau kita lihat berbagai profesi yang ada dalam kehidupan sehari-hari, hampir semua membutuhkan pengetahuan dan keterampilan, menjadi dokter, pengacara, dosen, guru, bahkan tukang kayu, tukang las, ataupun pengemudi, semuanya memerlukan bekal pengetahuan dan keterampilan. Pengemudi perlu pengetahuan tentang jalan-jalan, pengetahuan tentang kendaraan yang dibawanya, dan juga perlu keterampilan dalam mengemudi, menghadapi kemacetan, melewati jalan menanjak, dan memberhentikan kendaraannya dengan aman.

Demikian juga dengan entrepreneur, kita tidak dapat membangun bisnis sesuai dengan keinginan kita tanpa pengetahuan dan keterampilan, membangun bisnis yang menjadi mesin pencetak uang bagi kita, bisnis yang jalan tanpa setiap saat mengharuskan kehadiran kita, dan bisnis yang bisa mengantarkan kita meraih impian-impian kita.

Pengetahuan dan Keterampilan, itulah kuncinya. Menjadi entrepreneurs dituntut untuk selalu menuntut ilmu dan belajar, tidak hanya belajar dari pengalaman kita sendiri tetapi juga harus belajar dari pengalaman orang lain, dengan membaca buku, majalah, atau mencari mentor dari entrepreneur yang sudah berhasil membangun bisnis. Dengan pengetahuan dan ketrampilan yang kita miliki sebagai entreprenuer kita akan terhindar dari berbagai persoalan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. *)